Mengurus Pendaftaran Pemberkatan Pernikahan di Gereja [Pernikahan Beda Agama]



Setelah sekian lama tidak menulis di sini, kali ini ingin berbagi sedikit pengalaman dalam mempersiapkan pernikahan kemarin. Ya, setelah dua bulan lebih menikah, kali ini saya akan membahas persiapan pernikahan, yaitu pengurusan surat-surat untuk pendaftaran pemberkatan pernikahan.

Saya dan Koko menikah dengan berbeda agama. Mungkin di Indonesia masih menjadi perdebatan ya. Namun sebetulnya bisa saja kok. Saya beragama Buddha dan Koko beragama Katolik. Kami sekeluarga sepakat untuk menikah secara Katolik, namun saya tetap tidak pindah agama. Mengapa demikian? Sebab saya masih merasa belum "terpanggil" untuk pindah agama. Hal itu yang tidak diinginkan oleh Koko. Dia tidak mau saya menjadi terpaksa untuk berganti agama hanya demi pernikahan. Sebab, agama itu kepercayaan yang berlaku untuk seumur hidup. Keluarga saya menyetujui keputusan tersebut dan merestui kami menikah secara Katolik.

Tahap pertama yang kami jalani adalah bertanya ke pihak sekretariat Gereja mengenai prosedur pendaftaraan untuk pemberkatan pernikahan di Gereja. Pihak Gereja tidak mempermasalahkan pernikahan beda agama ya. Jadi, kasus seperti saya yang berbeda agama tetap bisa menikah di Gereja seperti pernikahan Katolik lainnya. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan perbedaan yang sedikit terjadi.

Di Gereja, kami mulai dengan mendaftarkan untuk pemberkatan pernikahan sesuai dengan tanggal yang sudah kami tetapkan. Tinggal melihat ketersediaan jam dan lokasi (mau di Gereja atau Kapel). Setelah selesai mendaftar, maka perlu untuk melengkapi surat-surat yang diperlukan untuk administrasi dan pembuatan surat akte perkawinan dari Gereja.

Nah disini terlihat perbedaannya. Untuk Koko yang beragama Katolik maka diperlukan surat:
  1. Fotocopy KTP.
  2. Fotocopy KK .
  3. Surat Baptis asli yang sudah diperbaharui (hanya berlaku enam bulan. Jadi bagi yang surat baptisnya sudah lama, perlu untuk memperharui di gereja masing-masing).
  4. Surat keterangan untuk melangsungkan pernikahan beda gereja (dari ketua lingkungan gereja). Poin ini akan saya jelaskan lebih lanjut.
  5. Foto 4x6 berdampingan dengan latar merah (Posisi laki-laki berada di kanan perempuan). Seingat saya diminta 4 pcs. Untuk jumlah foto mengikuti kebijakan Gereja ya.  Karena temen saya ada yang diminta foto 4x6 untuk masing-masing calon pengantin. Sedangkan di Gereja kami kemarin hanya di minta foto berdampingan. 
Mengenai poin no 4, kami menikah di Gereja yang berbeda dengan gereja tempat dibuatnya KK Gereja milik Koko. Jadi, Koko terdaftar di Gereja St. Ambrosius, Tangerang. Sedangkan kami menikah di Gereja Santo Andreas, Kedoya. Nah, karena gerejanya beda, maka dari ketua lingkungan Gereja St. Ambrosius perlu memberikan surat keterangan, bahwa Koko benar anggota lingkungan sana dan akan menikah di Gereja lain. Hal ini berkaitan untuk proses kanonik nantinya. Sebab, proses kanonik harus di Gereja calon pengantin perempuan (jika calon pengantin perempuan beragama Katolik).

Sedangkan untuk saya yang non Katolik, surat yang diperlukan adalah:
  1. Fotocopy KTP.
  2. Fotocopy KK. 
  3. Foto 4x6 berdampingan dengan latar merah (Posisi laki-laki berada di kanan perempuan).
  4. Surat keterangan dari orangtua. Surat ini harus ditanda tangani kedua orangtua (jika kedua orangtuanya masih ada). Surat keterangan ini menyatakan bahwa orangtua menyetujui untuk anaknya menikah secara tata gereja Katolik.
  5. Fotocopy KTP 2 orang sebagai saksi kanonik. Saksi kanonik ini adalah teman yang beragama Katolik dan mengenal kita dengan baik (tidak boleh saudara kandung atau sepupu).
Semua surat ini dilengkapi dan diberikan ke sekretariat Gereja St. Ambrosius, untuk proses pendaftaran kanonik. Kemudian tinggal menunggu jadwal untuk proses kanonik. Sebelum kanonik, kami mengikuti kegiatan Membangun Rumah Tangga (MRT). Kegiatan ini berlangsung selama dua hari di Gereja tertentu. Musti di cek dulu, karena tidak semua Gereja memberikan kegiatan ini untuk calon pengantin. Kami mengikuti kegiatan MRT di Gereja Kristoforus. Kegiatan ini diisi dengan seminar serta sesi sharing mengenai pengalaman hidup berumah tangga. Selain itu, ada proses diskusi dan pengisian refleksi mengenai diri kita dan pasangan. MRT ini akan diberikan dua buah buku, seperti modul kegiatan. Buku untuk laki-laki berwarna biru, sedangkan untuk perempuan berwarna pink. Proses MRT ini juga perlu membayar ya, khususnya untuk harga buku. Nanti bisa ditanyakan ke Gereja masing-masing. 

Selesai mengikuti MRT, akan mendapatkan bukti telah mengikuti kegiatan MRT. Bukti ini terdapat di lembar pertama buku yang harus di fotocopy. Kemudian fotocopy lembar tersebut dan dua buah buku asli itu diberikan ke Gereja St. Ambrosius untuk kelengkapan berkas dokumen kanonik. Sekali lagi diingatkan bahwa proses kanonik dilangsungkan di Gereja calon pengantin perempuan. Seharusnya demikian, namun jika calon pengantin perempuan non Katolik, maka kanonik dilangsungkan di Gereja calon pengantin laki-laki. 

Saat proses kanonik, bagi yang non Katolik perlu untuk mengajak dua saksi tersebut. Disini peran saksi adalah memberikan pernyataan bahwa calon pengantin non Katolik memang belum pernah menikah dan tidak ada halangan apapun dalam melangsungkan pernikahan ini. Sedangkan untuk proses kanonik, hanya kedua calon pengantin yang diberikan pertanyaan oleh Romo. Tenang saja guys, pertanyaannya tidak berat dan benar-benar seputar kami berdua. Jadi bagi yang mau kanonik, tenang saja ya. Seru kok hhhe. 

Selesai proses kanonik, berkas tersebut akan disiapkan dan kemudian mendapatkan surat pengantar untuk nantinya diberikan ke Gereja St. Andreas. Nah, disini amplopnya tertutup rapat, jadi saya dan Koko juga tidak tahu isinya apa saja. Sudah pasti isinya hasil kanonik, selebihnya kami kurang tahu. Jika semua prosedur sudah selesai sampai kanonik, tinggal tunggu untuk pengumuman di pihak Gereja. Pengumuman berlangsung 3x di tiap minggu (selama tiga minggu), hingga menjelang tanggal pernikahan. Nah, kemarin kami H-2 sebelum pemberkatan, sempat dilakukan gladi resik. Kalau ini kembali lagi kebijakan masing-masing Gereja ya. Bisa diberikan, namun bisa juga tidak. Disini benar-benar latihan dari prosesi masuk hingga prosesi foto-foto. Benar-benar perlu diperhatikan dengan detail, khususnya posisi berjalan. Di sisi kanan atau kiri untuk laki-laki dan perempuan. Kemarin itu, saya di posisi sebelah kanan dari koko. Nanti, setelah prosesi sungkeman dengan orangtua, maka kami bertukar posisi. Detailnya akan dijelaskan kok sama pihak Gereja.

Ini semua berdasarkan pengalaman pribadi kemarin. Mungkin ada yang berbeda dengan yang lainnya. Karena kami menikah beda agama, kebijakan Gereja hanya memperbolehkan untuk Ibadat Sabda. Sehingga pada saat pemberkatan kami kemarin tidak ada pemberian Sakramen Perkawinan untuk Koko dan tidak ada persembahan dan komuni. Balik lagi, harus sesuai kebijakan masing-masing Gereja. Karena dengar-dengar di Gereja temen saya, meskipun beda agama masih bisa kok untuk persembahan dan komuni. Jadi, perlu ditanyakan dengan jelas ke Gereja kalian ya. 

Intinya, untuk pengurusan surat-surat meskipun beda agama tetap bisa dilakukan. Jadi, tinggal ditanyakan lebih lanjut dengan masing-masing Gereja ya. Kurang lebih sih harusnya sama, apalagi surat-surat yang menjadi bagian prosedur administrasi.

Bagi yang sedang mempersiapkan pernikahan, semangat ya!! Dijamin ribet sekarang tak apa, namun nanti akan jadi memori yang terus dikenang ☺

Foto by Aspictura (Dok. Pribadi)

No comments

Halo, salam kenal!

Terimakasih ya atas kesediaannya untuk membaca tulisan ini. Boleh ditinggalkan komennya agar kita bisa berkomunikasi satu sama lain :)

Sampai berjumpa di tulisan-tulisan berikutnya.