Perjalanan Bayiku untuk bisa Survive setelah Ia Lahir



Apa yang kita pikirkan dan harapkan, kadang tidak sesuai dengan takdir yang dihadapi. Mungkin memang bagi kita itu semua adalah yang terbaik, namun belum tentu bagi Tuhan. Memang, waktu Tuhan itulah yang terbaik, bukan waktu yang menurut kita.

Setelah proses melahirkan, bayi kami (Baby E) pada hari itu langsung masuk inkubator. Dikarenakan efek obat bius, hari itu saya masih belum bisa sadar betul. Masih memakai infus dan kateter urin, akhirnya hari itu saya tidak bisa kemana-mana. Mau makan dan minum juga dalam kondisi tiduran. Hanya bisa melihat Baby E dari foto yang diambil oleh koko.

Rencana untuk melakukan Inisiasi Menyusu Dini pun terpaksa di batalkan. Semua memang tidak sesuai rencana dan harapan, namun demi kebaikan Baby E maka segala prosedur medis langsung diberikan kepadanya. Hari itu, saya mendapatkan jawaban kenapa Baby E mau segera lahir. Menurut dokter kandungan, rahim saya memang kapasitasnya sudah maksimal. Sedangkan, kehamilan masih berusia 35 minggu dan masih butuh sekitar 1-3 minggu lagi untuk Baby E lahir. Saya berharapnya, Baby E bisa bertahan 3 minggu lagi dalam kandungan, jadi ia lahir saat kehamilan 38 minggu. Namun, mungkin ini memang waktunya untuk ia lahir.

Hari pertama ia habiskan di inkubator. Tanggal 27 Maret, dokter anak datang ke kamar rawat saya. Saat itu cuma ada saya karena kebetulan koko sedang ke bawah. Dokter anak bilang bahwa kondisinya belum stabil dan butuh penanganan lebih intens. Sekalian mau di cek lebih lanjut paru-parunya. Maka, Baby E akan dipindahkan ke NICU. Saat itu cuma bisa mengangguk saya tanpa bisa berkomentar lebih lanjut. Sekembalinya koko dari bawah, saya cuma bilang bahwa baby masuk ke NICU. Lantas suster telfon untuk minta melengkapi prosedur perawatan baby ke NICU.

Koko mengurusnya dan saya cuma bisa menangis sambil berdoa. Saat itu bahkan saya belum lihat langsung Baby E, namun ia harus dipindahkan ke NICU yang punya jam-jam khusus untuk melihatnya. Hari itu saya sudah lepas infus dan kateter urin. Diminta suster untuk latihan bangun dari tempat tidur dan jalan-jalan seputar kamar. Pengaruh obat bius mulai hilang, rasa perih di luka mulai terasa. Hari itu sungguh rasanya campur aduk. Sakit fisik akibat luka dan sakit mental akibat bingung harus bagaimana terhadap Baby E.

Hari itu dokter anak bilang akan di cek untuk paru-paru Baby E. Saya dan koko cuma bisa berdoa bahwa tidak ada apa-apa yang menganggu paru-parunya. Mungkin Baby E butuh waktu adaptasi karena ia lahir dalam kondisi prematur. Hari itu, hanya koko yang melihat Baby E di NICU. Sebab dalam satu hari, hanya boleh satu kali untuk melihat baby di NICU. Hari itu juga saya mencoba untuk belajar pijat laktasi agar ASI saya bisa keluar. Sehabis belajar pijak laktasi, saya mencoba untuk mempompa ASI, namun sedikit pun tidak ada yang keluar.

Mulai semakin merasa terpuruk, karena kok ASI saya belum keluar. Walaupun menurut dokter dan suster itu masih wajar, namun bagi saya itu tidak seharusnya demikian. Koko pun bilang bahwa saya tidak perlu memaksakan diri. Toh, karena ini baru pertama kali bagi saya, jadi saya masih butuh belajar dan rileks.

Sore itu, dokter kandungan melakukan kunjungan. Ketika selesai cek kondisi saya, ia bilang bahwa besok saya bisa pulang. Jujur kaget juga karena secepat itu diperbolehkan pulang. Padahal kalau dengar cerita orang-orang yang dilakukan operasi caesar, bisa 3-4 hari di RS. Malam itu saya dan koko diskusi, saya sama sekali belum lihat Baby E secara langsung. ASI saya juga belum keluar sedikit pun. Akhirnya, kami putuskan bahwa besok saya tidak pulang. Satu hari lagi saya perpanjang untuk tinggal di RS. Karena besok mau lihat Baby E dan coba untuk pijat laktasi serta pompa ASI.

Tanggal 28 Maret, hari itu pertama kali saya lihat Baby E. Bukan kondisi seperti itu yang saya harapkan. Melihat anak sendiri dipenuhi selang di tubuhnya. Tangannya pun diinfus. Saya sendiri yang diinfus merasa sakit, apalagi ia yang masih baby. Mencoba untuk tidak menangis di depannya, namun pertahanan saya runtuh. Apalagi ketika suster bilang bahwa "Baby, ini mama datang nak."

Saya cuma bisa ngelus tangan dan kakinya. Ia bergerak dan mengeliat, ya dia tahu bahwa saya datang. Walaupun saat itu ia dalam kondisi tutup mata. Saya cukup tenang bahwa suster bilang kondisinya stabil. Saya cuma berharap bahwa alat-alat yang ada di tubuhnya bisa membantunya untuk beradaptasi dan membuat dirinya membaik.

Hari itu untuk kali pertama melihat Baby E dalam kondisi yang tidak pernah saya bayangkan dan harapkan. Namun, itulah rencana Tuhan.

Sumber gambar: https://pixabay.com/id/photos/bayi-menangani-kecil-ayah-keluarga-428395/

No comments

Halo, salam kenal!

Terimakasih ya atas kesediaannya untuk membaca tulisan ini. Boleh ditinggalkan komennya agar kita bisa berkomunikasi satu sama lain :)

Sampai berjumpa di tulisan-tulisan berikutnya.